Rabu, 11 September 2013

“PERAN KOMUNIKASI PADA KOMODITI UBI KAYU DAN KACANG TANAH SEBAGAI PELUANG BISNIS ”

TUGAS TERSTRUKTUR

KOMUNIKASI AGRIBISNIS
 “PERAN KOMUNIKASI PADA KOMODITI UBI KAYU DAN KACANG TANAH
SEBAGAI PELUANG BISNIS ”








oleh : 
Fijri Dita Nuralamika


 
 







PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
KATA PENGANTAR


            Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan  rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas terstuktur pertama mata kuliah komunikasi agribisnis berupa paper mengenai “Peran Komunikasi pada Komoditi Ubi Kayu dan Kacang Tanah sebagai Peluang Bisnis” . Ubi kayu dan kacang tanah merupakan tanaman pangan penting yang ada di Indonesia selain padi dan jagung. Sehingga komunikasi memiliki peran penting dalam peningkatan nilai tambah.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dosen mata kuliah komunikasi agribisnis Bapak Prof.DR.Ir.Sugiyanto,MS yang telah  mengajar, berbagi ilmunya dan membimbing kami selama proses belajar .
Penulis menyadari bahwa dalam  penulisan paper  ini masih belum sempurna, maka dari itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan untuk memeperbaiki paper  berikutnya.



           
                                                                                                            Malang, Juli 2013

                                                                                                Penulis


1.    TANAMAN UBI KAYU  (Manihot esculenta)
1.1    Sejarah Ubi Kayu
Tanaman ubi kayu atau singkong merupakan salah satu sumber karbohidrat yang berasal dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Tanaman Ubi kayu berasal dari benua Amerika, tepatnya dari Brasil. Penyebarannya hampir ke seluruh dunia, antara lain Afrika, Madagaskar, India, dan Tiongkok. Ubi kayu berkembang di negara –negara yang terkenal dengan wilayah pertaniannya ( Purwono, 2009).
Penyebaran tanaman ubi kayu di Nusantara, terjadi pada sekitar tahun 1914 – 1918, yaitu saat terjadi kekurangan atau sulit pangan. Tanaman ubi kayu dapat tumbuh dengan baik pada daerah yang memiliki ketinggian sampai dengan 2.500 m dari permukaan laut. Demikian pesatnya tanaman ubi kayu berkembang di daerah tropis, sehingga ubi kayu dijadikan sebagai bahan makanan pokok ketiga setelah padi dan jagung. Pada daerah yang kekurangan pangan tanaman ini merupakan makanan pengganti ( subtitusi ) serta dapat pula dijadikan sebagai sumber kabohidrat utama. Adapun sentra produksi ubi kayu di Nusantara adalah Jawa, Lampung, dan NTT ( Sunarto, 2002). Umumnya tanaman ini dibudidayakan oleh manusia terutama adalah untuk diambil umbinya, sehingga segala upaya yang selama ini dilakukan adalah untuk mempertinggi hasil umbinya.

1.2 Jenis Tanaman Ubi Kayu
            Ubi kayu termasuk kedalam species manihot esculenta yang termasuk dalam divisi tumbuhan berbiji. Ubi kayu termasuk tanaman  tropis namun dapat pula tumbuhn di daerah subtropis. Sebenarnya ubi kayu tidak menuntut iklim yang spesifik bagi pertumbuhannya tapi ubi kayu akan baik ditanam pada daerah  yang memiliki ketinggian 0-1000 diatas permukaan laut (dpl), bercurah hujan 750-1000 mm/tahun dan memiliki suhu 25-28 derajat celsius.
            Ubi kayu (manihot esculenta) termasuk tumbuhan berbatang pohon lunak atau getas (mudah patah). Ubi kayu berbatang bulat dan bergerigi yang terjadi dari bekas pangkal tangkai daun, bagian tengahnya bergabus dan termasuk tumbuhan yang tinggi. Ubi kayu bisa mencapai ketinggian 1-4 meter. Pemeliharaannya mudah dan produktif. Daun ubi kayu memiliki tangkai panjang dan helaian daunnya menyerupai telapak tangan, dan tiap tangkai mempunyai daun sekitar 3-8 lembar. Tangkai daun tersebut berwarna kuning, hijau atau merah. Ubi kayu diperbanyak dengan stek batang. Stek batang diperoleh dari hasil panenan tanaman sebelumnya. Stek diambil dari bagian tengah batang agar matanya tidak terlalu tua, tetapi juga tidak terlalu muda. Perbanyakan dengan biji hanya dilakuan oleh pemulia tanaman
dalam mencari varietas unggul. Asal stek, diameter bibit, ukuran  stek, dan lama penyimpanan bibit berpengaruh terhadap daya tumbuh dan produksi ubi kayu.
            Bibit yang dianjurkan adalah : 1) stek berasal dari batang bagian tengah yang sudah berkayu, 2) panjang 15-20 cm, 3) diameter 2-3 cm dan 4) tanpa penyimpanan, 5) umur genjah 7-9 bulan, 6) tahan terhadap hama dan penyakit. Ubi kayu merupakan tanaman yang bibitnya mudah didapat dan mudah pula dibudidayakan, yaitu dapat ditanam di lahan yang kurang subur sekali pun, risiko gagal panen 5 persen, dan tidak memiliki banyak hama. Di sisi lain,
dibandingkan dengan tanaman pangan lain yang rata-rata hanya berumur 4 bulan, ubi kayu memiliki umur yang lebih panjang yaitu 7-12 bulan.  Berdasarkan deskripsi varietas tanaman ubi kayu, maka penggolongan jenisnya dapat dibedakan menjadi 2 macam:
1.        Jenis ubi kayu manis, yaitu jenis ubi kayu yang dapat dikonsumsi langsung. Contoh varietasnya: gading, adira 1, mangi, betawi, mentega, randu, lanting, dan kaliki.
2.        Jenis ubi kayu pahit, yaitu jenis ubi kayu untuk diolah atau bila akan dikonsumsi harus melalui proses. Contoh varietasnya: karet, bogor, SPP, dan adira 2 ( Rukmana, Rahmat, 1997 ). Bila rasa ubi kayu semakin pahit maka kandungan sianidanya tinggi (Winarno, F. G, 2001 ).

1.3 Manfaat Ubi Kayu
            Di Indonesia ubi kayu menjadi makanan bahan pangan pokok setelah beras dan jagung. Manfaat daun ubi kayu sebagai bahan sayuran memiliki protein cukup tinggi karena mengandung asam amino metionin, atau untuk keperluan yang lain seperti bahan obat-obatan. Ubi kayu bisa digunakan sebagai pagar kebun atau di desa-desa sering digunakan sebagai kayu bakar untuk memasak. Dengan perkembangan teknologi, ubi kayu dijadikan bahan dasar pada industri makanan dan bahan baku industri pakan. Selain itu digunakan pula pada industri obat-obatan. Ubi kayu dalam keadaan segar tidak tahan lama.  Untuk pemasaran yang memerlukan waktu lama ubi kayu harus diolah terlebih dahulu menjadi bentuk lain yang lebih awet.
            Berbeda dengan daunnya, umbi ubi kayu merupakan sumber energi yang kaya akan karbohidrat namun sangat miskin protein. Tanaman ini memiliki berbagai varietas yang dapat langsung dikonsumsi sebagai makanan atau menjadi bahan baku bagi industri tapioka dan gaplek (manihok) ataupun tepung gaplek, yang selanjutnya dipergunakan untuk berbagai macam industri seperti makanan, makanan ternak, kertas, kayu lapis dan lainnya.
Sejak tahun 1978 Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan telah melepas 10 varietas unggul ubikayu, namun hanya ada 4 varietas yang disarankan untuk digunakan sebagai bahan baku bioetanol. Keempat varietas tersebut merupakan varietas ubi kayu pahit.  Produksi varietas unggul ubi kayu tersebut dapat mencapai 25 – 40 ton/ha dengan umur panen  8 sampai 10 bulan (Tabel 1). Disamping itu, di Jawa Barat juga ada yang mengembangkan budi daya ubi kayu raksasa yang dikenal dengan nama Darul Hidayah dengan tingkat produktivitas 100 – 150 ton/ha. 
Pohon Industri Ubi Kayu
Ubi kayu merupakan tanaman serbaguna.  Batang, daun dan umbinya dapat dimanfaatkan untuk berbagai industri seperti tergambar pada Gambar . Batang ubi kayu dapat dimanfaatkan untuk bibit, papan partikel, kerajinan, briket dan arang (Soekartawi, 2005).  Daunnya untuk makanan, farmasi dan industri pakan ternak (Soekartawi, 2005).  Biji ubi kayu berpotensi sebagai penghasil minyak (Popoola dan Yangomodou, 2006).  Kulit umbinya dapat digunakan sebagai pakan ternak, dan daging umbinya dapat diolah menjadi berbagai produk seperti makanan, tapioka, gaplek, tepung ubi kayu, dekstrin, perekat, bioetanol, dan lain-lain. 

1.4 Kandungan Gizi Ubi Kayu
Kandungan gizi tanaman ubi kayu dapat dilihat dalam table di bawah ini:
Tabel Kandungan Gizi dalam tiap 100g ubi kayu

1.5 Prospek Ubi Kayu
Prospek ubi kayu sebagai bahan baku bioetanol di Indonesia akan lebih jelas terlihat bila dilakukan Analisis Daur Hidup (Life Cycle Assessment) terhadap produksi etanol dari ubi kayu di Indonesia.  Hasil analisis ini tidak hanya memberikan gambaran yang lengkap mengenai produksi dan penggunaan etanol, namun juga membantu mengidentifikasi beberapa bidang tertentu dimana diperlukan inovasi teknologi atau kebijakan strategis agar alternatif energi ini praktis dan layak.
 Ada dua parameter utama yang dikaji pada proses produksi etanol sebagai energi alternatif, yaitu energi dan kinerja lingkungan.  Berdasarkan Analisis Daur Hidup (Life Cycle Assessment) yang dilakukan di Thailand, produksi etanol dari ubi kayu memberikan nilai positif terhadap lingkungan. Penggunaannya dalam bentuk E10 dalam keseluruhan daur hidupnya  menurunkan beberapa beban lingkungan.  Penurunan beban lingkungan relatif terhadap bahan bakar konvensional adalah 6,1% untuk penggunaan energi fosil, 6,0% untuk potensi pemanasan global, 6,8% untuk asidifikasi, dan 12,2% untuk pengayaan nutrisi.  Jika pada proses produksi etanol juga digunakan biomassa sebagai pengganti bahan bakar fosil, maka keseluruahn daur hidup energi dan kinerja lingkungan akan lebih baik pula. Bioetanol adalah bahan bakar alternatif masa depan yang ramah lingkungan dan bersifat renewable.
Ada beberapa alasan digunakannya ubi kayu sebagai bahan baku bioenergi, khususnya bioetanol, di antaranya adalah ubi kayu sudah lama dikenal oleh petani di Indonesia; tanaman ubi kayu tersebar di 55 kabupaten dan 33 provinsi; ubi kayu merupakan tanaman sumber karbohidrat karena kandungan patinya yang cukup tinggi; harga ubi kayu di saat panen raya seringkali sangat rendah sehingga dengan mengolahnya menjadi etanol diharapkan harga ubi kayu lebih stabil; ubi kayu akan menguatkan security of supply bahan bakar berbasis kemasyarakatan; ubi kayu toleran terhadap tanah dengan tingkat kesuburan rendah, mampu berproduksi baik pada lingkungan sub-optimal, dan mempunyai pertumbuhan yang relatif lebih baik pada lingkungan sub-optimal dibandingkan dengan tanaman lain (Prihandana et al., 2007).
Bioetanol mempunyai kelebihan selain ramah lingkungan, penggunaannya sebagai BBM terbukti dapat mengurangi emisi karbon monoksida dan asap lainnya dari kendaraan. Saat ini bioethanol juga bisa dijadikan pengganti bahan bakar minyak tanah. Selain hemat, pembuatannya bisa dilakukan di rumah dengan mudah, lebih ekonomis dibandingkan menggunakan minyak tanah. Dengan demikian bisnis bioetanol di Indonesia mempunyai prospek yang cerah karena melimpahnya bahan baku, seperti singkong, tebu, aren, jagung maupun hasil samping pabrik gula (molase).

1.6 Aspek Pasar
            Singkong atau ubi kayu merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang tumbuh subur di Indonesia. Pada saat krisis pangan atau langkanya komoditas beras, singkong merupakan alternatif  pengganti beras walau hanya dimanfaatkan oleh masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah. Sepanjang tahun 2006 sampai 2007 komoditas singkong yang telah diubah menjadi tepung tapioka harga/ton terus mengalami kenaikan dari harg Rp 100.000 menjad Rp 300.000. Saat ini hasil olahan singkog menjadi makanan kemasan berupa kripik singkong, telah  mampu  merebut pangsa pasar masyarakat ekonomi kelas menengah ke atas, hal tersebut dibuktikan dengan semakin meningkatnya jumlah perusahaan kripik singkog dalam kemasan. Makanan kripik singkong dalam kemasan, diharapkan kedepanpanya mampu menggantikan makana kripik kentang yang bahan bakunya lebih mahal dan sulit didapat. Ubi kayu pada saat ini harganya mencapai Rp.2000-2500/kg.
            Permintaan akan komoditas singkong tidak hanya pada sektor pangan. Krisis energi yang terjadi beberapa tahun belakangan ini, menjadikan masyarakat dunia harus mampu mencari pengganti bahan baku energi yang terbaharukan seperti biodiesel. Singgkong adalah salah satu komoditas pertanian yang menjadi bahan baku energi terbaharukan untuk dibuat biodiesel. Terkait dengan program pemerintah dengan pencampuaran bahan baku biofuel dengan bahan baku minyak pada tahun 2009, komoditas singkong menjadi salah satu komoditas yang diaharapkan mampu mensuplai bahan baku biofuel tersebut.
            Produktivitas dari komoditas singkong di Indonesia masih sangat renadah, apabila dibandingakan dengan potensi dari singkong sendiri. Rata-rata nasional, produktivitas singkong/ha masih pada angka 20-30 ton. Rendahnya produktivitas dari tanaman singkong masih  diperparah dengan semakin menyempitnya lahan untuk bertanam singkong. Sementara itu, berdasarkan survey, 58 % lahan tanaman singkong hanya tersebar di Jawa, hal tersebut tentu bertolak belakang dengan padatnya pulau  jawa dengan penduduk. Sempitnya lahan tersebut, secara umum disebabkan masih rendahnya minat dari masyarakat untuk bertanam singkong. Rendahnya minat masyarakat secara umum disebabkan masih minimya pengetahuan atau informasi tentang tanaman singkong sendiri.


DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 2013.Peran Komunikasi Pertanian http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/p3282091.pdf Diakses tanggal  5 Juli 2013
Kaye, H. 1997. Mengambil Keputusan Penuh Percaya Diri. Mitra Utama, Jakarta.
Melkote, R.S. 2007. Everett M Rogers and his contribution to the field of communication
and social change in developing countries. Journal of Creative in Communication 1:1 2006. Sage Publication, New Delhi. Thousand Oaks, London.
Popoola TOS, Yangomodou OD. 2006. Extraction, properties and utilization potentials of cassava seed oil.  Biotechnology 5(1):38-41.
Prihandana R, Hendroko R. 2007. Energi Hijau. Jakarta: Penebar Swadaya.
Prihandana R et al. 2007. Bioetanol Ubi Kayu Bahan Bakar Masa Depan. Jakarta: AgroMedia Pustaka.
Purwono, 2009. Tanaman Ubi Kayu. http://www.psychologymania.com/2012/08/tanaman-ubi-kayu.html Diakses tanggal  5 Juli 2013
Rukmana R. 1997. Ubi Kayu: Budidaya dan Pasca Panen. Yogyakarta: Kanisius.
Soekartawi. 2005. Agroindustri dalam Perspektif Sosial Ekonomi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Sunarto, 2002. Tanaman Ubi Kayu http://www.psychologymania.com/2012/08/tanaman-ubi-kayu.html Diakses tanggal  5 Juli 2013
Winarno, F. G, 2001. Tanaman Ubi Kayu http://www.psychologymania.com/2012/08/tanaman-ubi-kayu.html Diakses tanggal  5 Juli 2013
Wargiono J. 1979. Ubi Kayu dan Cara Bercocok Tanam. Bogor: Pusat Penelitian Tanaman Pangan.