TUGAS
TERSTRUKTUR
KOMUNIKASI
AGRIBISNIS
“PERAN KOMUNIKASI PADA KOMODITI UBI KAYU DAN
KACANG TANAH
SEBAGAI
PELUANG BISNIS ”
|
|
oleh :
Fijri Dita Nuralamika
|
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas terstuktur pertama
mata kuliah komunikasi agribisnis berupa paper mengenai “Peran
Komunikasi pada Komoditi Ubi Kayu dan Kacang Tanah sebagai Peluang Bisnis” . Ubi kayu dan kacang
tanah merupakan tanaman pangan penting yang ada di Indonesia selain padi dan jagung.
Sehingga komunikasi memiliki peran penting dalam peningkatan nilai tambah.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada
dosen mata kuliah komunikasi agribisnis Bapak Prof.DR.Ir.Sugiyanto,MS yang telah
mengajar, berbagi ilmunya dan membimbing kami selama proses belajar .
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan paper ini masih
belum sempurna, maka dari itu kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak sangat diharapkan untuk memeperbaiki paper berikutnya.
Malang, Juli 2013
Penulis
1.
TANAMAN UBI KAYU (Manihot
esculenta)
1.1
Sejarah Ubi Kayu
Tanaman ubi kayu atau singkong merupakan
salah satu sumber karbohidrat yang berasal dari umbi. Ubi kayu atau ketela
pohon merupakan tanaman perdu. Tanaman Ubi kayu berasal dari benua Amerika,
tepatnya dari Brasil. Penyebarannya hampir ke seluruh dunia, antara lain
Afrika, Madagaskar, India, dan Tiongkok. Ubi kayu berkembang di negara –negara
yang terkenal dengan wilayah pertaniannya ( Purwono, 2009).
Penyebaran tanaman ubi kayu di Nusantara,
terjadi pada sekitar tahun 1914 – 1918, yaitu saat terjadi kekurangan atau
sulit pangan. Tanaman ubi kayu dapat tumbuh dengan baik pada daerah yang
memiliki ketinggian sampai dengan 2.500 m dari permukaan laut. Demikian
pesatnya tanaman ubi kayu berkembang di daerah tropis, sehingga ubi kayu
dijadikan sebagai bahan makanan pokok ketiga setelah padi dan jagung. Pada
daerah yang kekurangan pangan tanaman ini merupakan makanan pengganti (
subtitusi ) serta dapat pula dijadikan sebagai sumber kabohidrat utama. Adapun
sentra produksi ubi kayu di Nusantara adalah Jawa, Lampung, dan NTT ( Sunarto,
2002). Umumnya tanaman ini dibudidayakan oleh manusia terutama adalah untuk
diambil umbinya, sehingga segala upaya yang selama ini dilakukan adalah untuk
mempertinggi hasil umbinya.
1.2 Jenis Tanaman Ubi Kayu
Ubi kayu termasuk kedalam species manihot
esculenta yang termasuk dalam divisi tumbuhan berbiji. Ubi kayu termasuk
tanaman tropis namun dapat pula tumbuhn
di daerah subtropis. Sebenarnya ubi kayu tidak menuntut iklim yang spesifik
bagi pertumbuhannya tapi ubi kayu akan baik ditanam pada daerah yang memiliki ketinggian 0-1000 diatas
permukaan laut (dpl), bercurah hujan 750-1000 mm/tahun dan memiliki suhu 25-28
derajat celsius.
Ubi kayu (manihot esculenta)
termasuk tumbuhan berbatang pohon lunak atau getas (mudah patah). Ubi kayu
berbatang bulat dan bergerigi yang terjadi dari bekas pangkal tangkai daun,
bagian tengahnya bergabus dan termasuk tumbuhan yang tinggi. Ubi kayu bisa
mencapai ketinggian 1-4 meter. Pemeliharaannya mudah dan produktif. Daun ubi
kayu memiliki tangkai panjang dan helaian daunnya menyerupai telapak tangan,
dan tiap tangkai mempunyai daun sekitar 3-8 lembar. Tangkai daun tersebut
berwarna kuning, hijau atau merah. Ubi kayu diperbanyak dengan stek batang.
Stek batang diperoleh dari hasil panenan tanaman sebelumnya. Stek diambil dari
bagian tengah batang agar matanya tidak terlalu tua, tetapi juga tidak terlalu
muda. Perbanyakan dengan biji hanya dilakuan oleh pemulia tanaman
dalam mencari varietas
unggul. Asal stek, diameter bibit, ukuran stek, dan lama penyimpanan bibit berpengaruh
terhadap daya tumbuh dan produksi ubi kayu.
Bibit yang dianjurkan adalah : 1)
stek berasal dari batang bagian tengah yang sudah berkayu, 2) panjang 15-20 cm,
3) diameter 2-3 cm dan 4) tanpa penyimpanan, 5) umur genjah 7-9 bulan, 6) tahan
terhadap hama dan penyakit. Ubi kayu merupakan tanaman yang bibitnya mudah
didapat dan mudah pula dibudidayakan, yaitu dapat ditanam di lahan yang kurang
subur sekali pun, risiko gagal panen 5 persen, dan tidak memiliki banyak hama.
Di sisi lain,
dibandingkan dengan
tanaman pangan lain yang rata-rata hanya berumur 4 bulan, ubi kayu memiliki
umur yang lebih panjang yaitu 7-12 bulan.
Berdasarkan deskripsi varietas tanaman ubi
kayu, maka penggolongan jenisnya dapat dibedakan menjadi 2 macam:
1.
Jenis ubi kayu manis,
yaitu jenis ubi kayu yang dapat dikonsumsi langsung. Contoh varietasnya:
gading, adira 1, mangi, betawi, mentega, randu, lanting, dan kaliki.
2.
Jenis ubi kayu pahit,
yaitu jenis ubi kayu untuk diolah atau bila akan dikonsumsi harus melalui
proses. Contoh varietasnya: karet, bogor, SPP, dan adira 2 ( Rukmana, Rahmat,
1997 ). Bila rasa ubi kayu semakin pahit maka kandungan sianidanya tinggi
(Winarno, F. G, 2001 ).
1.3 Manfaat
Ubi Kayu
Di Indonesia ubi kayu menjadi
makanan bahan pangan pokok setelah beras dan jagung. Manfaat daun ubi kayu
sebagai bahan sayuran memiliki protein cukup tinggi karena mengandung asam
amino metionin, atau untuk keperluan yang lain seperti bahan obat-obatan. Ubi
kayu bisa digunakan sebagai pagar kebun atau di desa-desa sering digunakan
sebagai kayu bakar untuk memasak. Dengan perkembangan teknologi, ubi kayu
dijadikan bahan dasar pada industri makanan dan bahan baku industri pakan.
Selain itu digunakan pula pada industri obat-obatan. Ubi kayu dalam keadaan
segar tidak tahan lama. Untuk pemasaran yang
memerlukan waktu lama ubi kayu harus diolah terlebih dahulu menjadi bentuk lain
yang lebih awet.
Berbeda dengan daunnya, umbi ubi
kayu merupakan sumber energi yang kaya akan karbohidrat namun sangat miskin
protein. Tanaman ini memiliki berbagai varietas yang dapat langsung dikonsumsi
sebagai makanan atau menjadi bahan baku bagi industri tapioka dan gaplek
(manihok) ataupun tepung gaplek, yang selanjutnya dipergunakan untuk berbagai
macam industri seperti makanan, makanan ternak, kertas, kayu lapis dan lainnya.
Sejak
tahun 1978 Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan telah melepas 10
varietas unggul ubikayu, namun hanya ada 4 varietas yang disarankan untuk
digunakan sebagai bahan baku bioetanol. Keempat varietas tersebut merupakan
varietas ubi kayu pahit. Produksi varietas unggul ubi kayu tersebut dapat
mencapai 25 – 40 ton/ha dengan umur panen
8 sampai 10 bulan (Tabel 1). Disamping itu, di Jawa Barat juga ada yang
mengembangkan budi daya ubi kayu raksasa yang dikenal dengan nama Darul Hidayah
dengan tingkat produktivitas 100 – 150 ton/ha.
Pohon Industri Ubi Kayu
Ubi
kayu merupakan tanaman serbaguna.
Batang, daun dan umbinya dapat dimanfaatkan untuk berbagai industri
seperti tergambar pada Gambar . Batang
ubi kayu
dapat dimanfaatkan untuk bibit, papan partikel, kerajinan, briket dan arang
(Soekartawi, 2005). Daunnya untuk makanan, farmasi dan industri
pakan ternak (Soekartawi, 2005). Biji ubi kayu berpotensi sebagai penghasil minyak (Popoola dan Yangomodou,
2006). Kulit umbinya dapat digunakan
sebagai pakan ternak, dan daging umbinya dapat diolah menjadi berbagai produk
seperti makanan, tapioka, gaplek, tepung ubi kayu, dekstrin, perekat,
bioetanol, dan lain-lain.
1.4 Kandungan Gizi Ubi Kayu
Kandungan gizi tanaman ubi kayu dapat dilihat dalam table di bawah ini:
Tabel Kandungan Gizi dalam tiap 100g ubi kayu
1.5 Prospek Ubi Kayu
Prospek ubi kayu sebagai bahan baku bioetanol di
Indonesia akan lebih jelas terlihat bila dilakukan Analisis Daur Hidup (Life Cycle Assessment) terhadap produksi
etanol dari ubi kayu di Indonesia. Hasil
analisis ini tidak hanya memberikan gambaran yang lengkap mengenai produksi dan
penggunaan etanol, namun juga membantu mengidentifikasi beberapa bidang tertentu
dimana diperlukan inovasi teknologi atau kebijakan strategis agar alternatif
energi ini praktis dan layak.
Ada dua
parameter utama yang dikaji pada proses produksi etanol sebagai energi
alternatif, yaitu energi dan kinerja lingkungan. Berdasarkan
Analisis Daur Hidup (Life Cycle
Assessment) yang dilakukan di Thailand, produksi etanol dari ubi kayu
memberikan nilai positif terhadap lingkungan. Penggunaannya dalam bentuk E10
dalam keseluruhan daur hidupnya
menurunkan beberapa beban lingkungan.
Penurunan beban lingkungan relatif terhadap bahan bakar konvensional
adalah 6,1% untuk penggunaan energi fosil, 6,0% untuk potensi pemanasan global,
6,8% untuk asidifikasi, dan 12,2% untuk pengayaan nutrisi. Jika pada proses produksi etanol juga
digunakan biomassa sebagai pengganti bahan bakar fosil, maka keseluruahn daur
hidup energi dan kinerja lingkungan akan lebih baik pula. Bioetanol adalah
bahan bakar alternatif masa depan yang ramah lingkungan dan bersifat renewable.
Ada
beberapa alasan digunakannya ubi kayu sebagai bahan baku bioenergi, khususnya
bioetanol, di antaranya adalah ubi kayu sudah lama dikenal oleh petani di
Indonesia; tanaman ubi kayu tersebar di 55 kabupaten dan 33 provinsi; ubi kayu
merupakan tanaman sumber karbohidrat karena kandungan patinya yang cukup tinggi;
harga ubi kayu di saat panen raya seringkali sangat rendah sehingga dengan
mengolahnya menjadi etanol diharapkan harga ubi kayu lebih stabil; ubi kayu
akan menguatkan security of supply
bahan bakar berbasis kemasyarakatan; ubi kayu toleran terhadap tanah dengan
tingkat kesuburan rendah, mampu berproduksi baik pada lingkungan sub-optimal,
dan mempunyai pertumbuhan yang relatif lebih baik pada lingkungan sub-optimal
dibandingkan dengan tanaman lain (Prihandana et al., 2007).
Bioetanol
mempunyai kelebihan selain ramah lingkungan, penggunaannya sebagai BBM terbukti
dapat mengurangi emisi karbon monoksida dan asap lainnya dari kendaraan. Saat
ini bioethanol juga bisa dijadikan pengganti bahan bakar minyak tanah. Selain
hemat, pembuatannya bisa dilakukan di rumah dengan mudah, lebih ekonomis
dibandingkan menggunakan minyak tanah. Dengan demikian bisnis bioetanol di
Indonesia mempunyai prospek yang cerah karena melimpahnya bahan baku, seperti
singkong, tebu, aren, jagung maupun hasil samping pabrik gula (molase).
1.6 Aspek Pasar
Singkong atau ubi kayu merupakan salah satu komoditas
tanaman pangan yang tumbuh subur di Indonesia. Pada saat krisis pangan atau
langkanya komoditas beras, singkong merupakan alternatif pengganti
beras walau hanya dimanfaatkan oleh masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah.
Sepanjang tahun 2006 sampai 2007 komoditas singkong yang telah diubah menjadi
tepung tapioka harga/ton terus mengalami kenaikan dari harg Rp 100.000 menjad
Rp 300.000. Saat ini hasil olahan singkog menjadi makanan kemasan berupa kripik
singkong, telah mampu merebut pangsa pasar masyarakat ekonomi kelas
menengah ke atas, hal tersebut dibuktikan dengan semakin meningkatnya jumlah
perusahaan kripik singkog dalam kemasan. Makanan kripik singkong dalam kemasan,
diharapkan kedepanpanya mampu menggantikan makana kripik kentang yang bahan
bakunya lebih mahal dan sulit didapat. Ubi kayu pada saat ini harganya mencapai
Rp.2000-2500/kg.
Permintaan akan komoditas singkong tidak hanya pada sektor
pangan. Krisis energi yang terjadi beberapa tahun
belakangan ini, menjadikan masyarakat dunia harus mampu mencari pengganti bahan
baku energi yang terbaharukan seperti biodiesel. Singgkong adalah salah satu
komoditas pertanian yang menjadi bahan baku energi terbaharukan untuk dibuat
biodiesel. Terkait dengan program pemerintah dengan pencampuaran bahan baku
biofuel dengan bahan baku minyak pada tahun 2009, komoditas singkong menjadi
salah satu komoditas yang diaharapkan mampu mensuplai bahan baku biofuel
tersebut.
Produktivitas dari komoditas singkong di Indonesia masih
sangat renadah, apabila dibandingakan dengan potensi dari singkong sendiri.
Rata-rata nasional, produktivitas singkong/ha masih pada angka 20-30 ton.
Rendahnya produktivitas dari tanaman singkong masih diperparah dengan
semakin menyempitnya lahan untuk bertanam singkong. Sementara itu, berdasarkan
survey, 58 % lahan tanaman singkong hanya tersebar di Jawa, hal tersebut tentu bertolak belakang dengan padatnya pulau jawa
dengan penduduk. Sempitnya lahan tersebut, secara umum
disebabkan masih rendahnya minat dari masyarakat untuk bertanam singkong.
Rendahnya minat masyarakat secara umum disebabkan masih minimya pengetahuan
atau informasi tentang tanaman singkong sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous,
2013.Peran Komunikasi
Pertanian http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/p3282091.pdf Diakses tanggal 5 Juli 2013
Kaye, H. 1997.
Mengambil Keputusan Penuh Percaya Diri. Mitra Utama, Jakarta.
Melkote, R.S.
2007. Everett M Rogers and his contribution to the field of communication
and social change in developing
countries. Journal of Creative in Communication 1:1
2006. Sage Publication, New Delhi. Thousand Oaks, London.
Popoola TOS,
Yangomodou OD. 2006. Extraction, properties and utilization potentials of
cassava seed oil. Biotechnology 5(1):38-41.
Prihandana R,
Hendroko R. 2007. Energi
Hijau. Jakarta: Penebar Swadaya.
Prihandana R et al. 2007. Bioetanol Ubi Kayu Bahan Bakar Masa Depan.
Jakarta: AgroMedia Pustaka.
Purwono, 2009. Tanaman Ubi Kayu. http://www.psychologymania.com/2012/08/tanaman-ubi-kayu.html Diakses tanggal 5 Juli 2013
Rukmana R. 1997. Ubi Kayu:
Budidaya dan Pasca Panen. Yogyakarta: Kanisius.
Soekartawi. 2005. Agroindustri dalam Perspektif Sosial Ekonomi. Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada.
Sunarto, 2002. Tanaman Ubi Kayu http://www.psychologymania.com/2012/08/tanaman-ubi-kayu.html Diakses tanggal 5 Juli 2013
Winarno, F. G, 2001. Tanaman Ubi Kayu http://www.psychologymania.com/2012/08/tanaman-ubi-kayu.html Diakses tanggal 5 Juli 2013
Wargiono J. 1979. Ubi Kayu dan Cara Bercocok Tanam. Bogor:
Pusat Penelitian Tanaman Pangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar